Rabu, 01 Agustus 2012

Zine: Just Make It!


"Ayo semua bikin zine!"—Bikin Zine, Up to Rage.

Pendapat bahwa relasi sosial dunia modern bergantung dengan media massa ada benarnya. Karena dalam perkembangannya, media tidak lagi menjadi alat berkomunikasi untuk menyampaikan gagasan dan informasi saja. Banyak kepentingan lain dibelakangnya entah yang berorientasi laba, entah itu sarana propaganda, saluran pemasaran produk, penopang pilar kekuasaan atau pondasi stabilitas. Motif keuntungan ini pulalah yang membatasi informasi-informasi yang ingin disampaikan oleh informan demi alasan kelanggengan bisnis media. Selain itu, konsep-konsep moral yang diciptakan oleh masyarakat arus utama dan penguasa turut memagari setiap informasi dengan melahirkan sistem sensoritas hingga pada akhirnya membatasi kreasi dari setiap ide.

Ide yang terlahir bebas tentu tak bisa dibendung oleh batasan-batasan. Tidak ada yang bisa menghadang hasrat untuk berbagi informasi dan gagasan. Kebebasan ini teraktualisasi dengan mewujudnya bentuk media tandingan bernama media alternatif—termasuk media cetak alternatif—yang tidak cuma kritik pada media mainstream tapi pada peran media itu sendiri. Di kalangan scene hardcore/punk, media cetak alternatif populer dengan nama zine meskipun memang banyak variannya.

Untuk menjadi seorang editor zine tidak diharuskan memiliki latar belakang jurnalistik. Profesionalitas menjadi urusan nomor dua. Yang terpenting adalah bagaimana mengemas informasi ke dalam kreatifitas dan semangat untuk menyalurkan informasi gratis, yang ternyata memang dimiliki oleh setiap orang apapun latar belakang sosialnya.

Di awal kelahirannya dipertengahan 1960-an oleh kalangan penggemar fiksi ilmiah, distribusi zine dibatasi oleh teknologi yangmana pada waktu itu belum diketemukannya mesin pengganda arsip atau yang kita kenal dengan nama mesin fotokopi. Setelah teknologi ini mumpuni satu dekade setelahnya, para editor zine mulai bisa mencetak zine dalam skala yang lebih besar meski juga tetap beredar di kalangan terbatas. Populernya teknik kolase dari kalangan punk juga turut mempengaruhi style baru dalam dunia zine. Jelas sekali bahwa siapapun bisa menjadi editor zine, karena bayangkan, dengan bermodal gunting, lem dan kertas semuanya bisa diatasi. Keterbatasan kemampuan dalam mengolah kata dan gambar tidak diindahkan, karena dalam metode ini orisinalitas atau hak cipta dikesampingkan. Semua gambar dan teks dari sumber manapun bisa digunakan sebagai materi dalam menyampaikan informasi, yang ternyata menjadi lebih artistik daripada seni itu sendiri. Di kalangan hardcore/punk yangmana semula zine berisi informasi-informasi seputar rilisan band-band, kalender event dan reportase event dan lain-lain yang hanya berputar-putar di lingkar komuniti, pada akhirnya mulai berkembang menjadi sebuah media yang bisa sangat personal dan bisa sangat massif peredarannya tanpa menghilangkan semangatnya sebagai sebuah media untuk bersenang-senang. Maka dari itu berbagai kalangan di luar scene hardcore/punk mulai mengadopsi semangat yang terkandung di dalam zine untuk membuat media mereka sendiri, yang menelurkan zine dari klub hobi, fashion, olahraga, komik,dan sebagainya.

Sebagai sarana penyampai informasi gratis, sebagian zine memang dibagikan secara cuma-cuma, namun sebagian lainnya dijual demi kepentingan penggalangan dana. Editor zine dan kontributor-kontributor didalamnya telah bersedia sejak awal untuk meniadakan profit. Tidak cukup dengan merogoh kocek sendiri, untuk kelangsungan nyawa zine beberapa editor hanya meminta uang pengganti ongkos produksinya saja berupa biaya untuk fotokopi, atau menjual merchandise yang iklannya dipajang dalam zine. Dan pada umumnya para editor zine memiliki jejaring titik distribusi di setiap daerah di luar wilayahnya untuk dapat membantu pendistribusian zine-nya termasuk saling bertukar zine dengan sistem barter. Ini jelas membantu perkembangan komuniti di setiap daerah untuk saling bertukar informasi tentang permasalahan dan kebutuhan di daerahnya masing-masing.

Zaman terus berganti. Tapi tidak demikian dengan semangat yang diapikan oleh zine. Tentang sebuah media otonom yang bisa dikelola secara personal atau bersama teman-teman, diolah secara digital atau manual, berisi elegi atau amarah, total bergambar atau teks keseluruhan, difotokopi atau dicetak, bahkan semua aturan dapat ditentukan sendiri oleh si pembuat zine tanpa terpatok keinginan pimpinan redaksi, tanpa tenggat waktu yang ditentukan oleh perusahaan. Tanpa kesenangan didalamnya, bisa dipastikan bahwa itu bukanlah sebuah zine.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar