Pernahkah anda sadari berapa banyak sudah produk-produk yang
kita konsumsi atas dasar keinginan? Motif dasar ekonomi seorang
konsumen pada dasarnya adalah untuk memenuhi 'kebutuhan'nya yang tidak
terbatas. Namun 'kebutuhan' itu berubah menjadi sebuah 'keinginan' yang
malah lebih tak terbatas bila dibandingkan dengan 'kebutuhan'.
'Kebutuhan' untuk menghilangkan dahaga tentu cukup dengan sekedar air
putih, tapi 'keinginan' mendorong untuk lebih memilih Coca-Cola.
Dalam ekonomi modern dikenal istilah product life cycle
atau siklus hidup sebuah produk, yakni proses lahirnya sebuah produk
hingga kematiannya baik dalam jangka waktu panjang ataupun sebaliknya.
Layaknya sesuatu yang hidup, sebuah produk akan berkompetisi dengan
produk lain. Lalu ketika kejenuhan pasar terhadap produk si pemenang
persaingan menjelang, itu dianggap sebagai suatu kelumrahan.
Kebanyakan
dari kita tidak berpikir terlalu panjang untuk mengkonsumsi sebuah
produk--mengkonsumsi saya artikan disini sebagai tindakan membeli
sesuatu--bahwa ternyata sebuah produk melalui jalan yang panjang hingga
Ia benar-benar siap untuk dikonsumsi. Inilah yang ingin disampaikan
oleh Annie Leonard dalam filmnya The Story of Stuff, kisah perjalanan
produk dan "sumbangan"nya kepada dunia sejak dari ekstraksi, produksi,
distribusi, konsumsi, hingga pembuangan.
Kelahiran sebuah
produk bukan tanpa pertimbangan sama sekali. Ia melalui perencanaan
yang ketat oleh produsennya. Pertimbangan bahan baku, peluang pasar,
seleksi pasar, sumber daya, dan sebagainya, termasuk bagaimana ia bisa
melewati batasan-batasan yang bisa menjadi faktor penghambat. Karena
itulah, kekuasaan dibutuhkan. Maka tidaklah aneh bila pemegang
otoritas--dalam hal ini negara yang berwenang menerbitkan surat
perizinan bagi para pengusaha--bersahabat dengan para produsen. Tatkala
si produsen bertumbuh dan semakin besar, kendali beralih ke tangannya.
Maka jalur dan jejaring operasi produsen semakin luas dan dapat
memaksimalkan pengurasan sumber daya yang tersedia, memasarkan produk,
termasuk bagaimana ia membuang sisa produksi.
Siklus
hidup sebuah produk melalui sistem matematis yangmana ia tak terbatas.
Lalu bagaimana ia dapat beroperasi di bumi yang terbatas sumber daya
alamnya? Tentu tidak bisa dipungkiri bahwa para produsen menyadari hal
itu. Bahwa hutan sebagai sumber daya yang dapat diperbaharui pun akan
sulit digantikan dengan kecepatan perputaran siklus hidup produk itu
sendiri, apalagi sumber daya tambang yang tidak dapat diperbaharui.
Untuk itu mereka berekspansi ke negara-negara miskin tetangga untuk
melakukan pengrusakan yang sama parahnya. Ibarat sambil menyelam minum
air laut hingga kering, sambil berproduksi mereka juga langsung menjual
barang dagangannya di negara-negara tersebut, hitung-hitung menghemat
biaya distribusi dan ditambah mendapat tenaga kerja yang murah pula.
Ketika
proses produksi dan distribusi selesai, tahap berikutnya adalah
menawarkan produk tersebut kepada pasar. Sarana pendukung yang paling
berperan besar adalah televisi sebagai salah satu keajaiban peradaban
dalam dunia konsumsi. Televisi menayangkan iklan-iklan sebuah produk
dengan iming-iming yang menggiurkan yang pada akhirnya menciptakan dua
pola utama yang dilakukan oleh manusia ketika lelah bekerja: menonton
televisi dan berbelanja.
Masyarakat konsumer menemukan
jatidirinya dalam barang-barang yang mereka beli. Ketika itu tercapai,
tidak ada kepuasan yang bisa menggantikannya. Para produsen
mendramatisir hal ini dengan menciptakan sebuah tren dalam menggunakan
sebuah produk. Sebagai contoh, ketika seorang konsumen memiliki sebuah
telepon genggam maka ia akan terjerat dalam tren teknologi yang
ditawarkan oleh si produsen telepon genggam tersebut yang tentu saja
itu akan selalu berubah. Sesungguhnya itu merupakan akal-akalan si
produsen, karena bisa saja mereka mengeluarkan produk dan teknologi
pendampingnya dalam satu edisi, tapi, meski ini berujung pada tumpukan
barang-barang bekas yang menyampah, siapa yang kelak membeli produk
lanjutannya selain konsumen yang berhasil dikibuli masak-masak?
Annie
Leonard membawa film ini begitu ringan untuk dipahami dengan tutur dan
animasi yang asyik untuk disimak. Dengan menyadari dampak lingkungan
dan sosial dari perjalanan sebuah produk, khalayak dapat lebih bijak
menelaah kebutuhannya sebelum memutuskan membeli sebuah produk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar