Don't follow a trend. Follow your heart--Krist Novoselic--
Sell the kids for food
Weather changes moods
Spring is here again
Reproductive glands
We can have some more
Nature is a whore
Bruises on the fruit
Tender age in bloom
He’s the one
Who likes all our pretty songs
And he likes to sing along
And he likes to shoot his gun
But he knows not what it means
Knows not what it means
when I say yeah…
Walaupun ternyata tidak, seharusnya lagu ini menjadi tamparan telak bagi para grunger
puritan pecinta Nirvana yang, cara tidurnya pun di rekayasa sedemikian
rupa agar menyerupai Kurt Cobain. Hidup dalam bayang-bayang sang idola.
Karena yang saya tahu, di mata grunger fanatis satu-satunya
imej yang melekat kuat pada diri Kurt Cobain adalah tipikalnya yang
depresif. Wacana ini berkembang luas, yang membuat saya kembali
bertanya-tanya, apakah memang sedemikian instan-kah pola pikir yang
dibentuk oleh raksasa-raksasa media yang berkamuflase dalam budaya
tren. Lihatlah bait ini; “Sell the kids for food” Seakan-akan
Kurt Cobain ingin menyampaikan betapa apapun bisa dijadikan danau
penghasil uang oleh kapitalisme, tidak terkecuali anak-anak dan remaja
belia yang begitu mudah dimanfaatkan keingintahuan mereka dengan
menghadirkan budaya konsumsi ditengah-tengah kita. Intensitas
perjumpaan anak-anak dengan media-media sosial yang merupakan agen
hipnotis para produsen menjadikan mereka mesin konsumsi yang paling
masif. Ini tentu saja sangat tidak mengherankan mengingat di usia ini,
manusia memiliki ketajaman pengenalan paling tinggi. Mulai dari bangun
tidur di majalah anak-anak, saluran televisi anak-anak, radio, di
jalan, kendaraan umum, dimana-mana tanpa sadar anak-anak ‘mengonsumsi’
iklan.
Terminologi tren tak ada habisnya. Ia akan selalu berganti musim “weather changes moods, spring is here again, reproductive glands”.
Di bagian ini para remaja yang masih berada dikelabilan usia menjadi
sasaran bidik selanjutnya oleh ahli pemasaran para produsen. “We can have some more, nature is a whore, bruises on the fruit, tender age in bloom”.
Gejala hipster yang telah ada sejak dulu tidak terlepas dari konspirasi
militan sistem ekonomi demi menciptakan budaya baru. Hipster merupakan
fenomena kultur. Mereka adalah gelombang kaum muda yang lapar akan imej
dan identitas, namun bingung dalam mengendalikan hasratnya untuk terus
mengkonsumsi. Sederhananya, mereka perpaduan utuh antara konsumer,
kekosongan, kebodohan, serta keinginan untuk selalu tampil beda. Pola
berada di posisi penonton menjadi sebuah pakem yang lebih mengasyikkan
ketimbang menjadi mereka yang ditonton. Atau mencari lebih jauh, apa
yang sebenarnya sedang terjadi. Kenyataan seperti yang tertuang pada
bait; “He’s the one, who likes all our pretty songs, and he
likes to sing along, and he likes to shoot his gun, but he knows not
what it means, knows not what it means
when I say yeah…”. Kurt Cobain dengan cerdas melihat kenyataan bahwa dirinya menjadi tumbal yang ditokohkan untuk merangsang pasar pada generasi muda yang memang tidak tahu apa-apa selain konsumsi dan konsumsi. Mereka dibutakan untuk selalu hidup dalam bayang-bayang idolanya yang telah dikomodifikasi sedemikian rupa. Hingga muncul dugaan, bahwa grunge hanyalah budaya rakitan industri. Karena ia tidak tumbuh dari kesadaran para penganutnya semacam punk yang lahir dari pergesekan sosial. Kurt memahami itu, seperti ia memahami kebenciannya pada David Rockefeller.
when I say yeah…”. Kurt Cobain dengan cerdas melihat kenyataan bahwa dirinya menjadi tumbal yang ditokohkan untuk merangsang pasar pada generasi muda yang memang tidak tahu apa-apa selain konsumsi dan konsumsi. Mereka dibutakan untuk selalu hidup dalam bayang-bayang idolanya yang telah dikomodifikasi sedemikian rupa. Hingga muncul dugaan, bahwa grunge hanyalah budaya rakitan industri. Karena ia tidak tumbuh dari kesadaran para penganutnya semacam punk yang lahir dari pergesekan sosial. Kurt memahami itu, seperti ia memahami kebenciannya pada David Rockefeller.
Dan ia berujar; “Apa itu alternatif? Apanya yang counter-culture? Apanya yang keren? Siapa yang tahu? Siapa yang peduli? Bila tampak luar membuatmu tertarik, kau sungguh tolol!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar