Rencana pemerintah Indonesia menaikkan harga bahan bakar minyak
(BBM) April 2012 menuai perlawanan masyarakat. Hal ini tentu saja sudah
diprediksi jauh hari sebelum opsi ini dipilih. Untuk itu, pemerintah
telah menyiapkan formulanya berupa sikap yang seolah pro-rakyat, yakni
dengan menjanjikan pemberian kompensasi kepada 30 persen masyarakat
bawah atau 18,5 juta KK atau meliputi 74 juta jiwa. Pemerintah
berasumsi bahwa pemberian kompensasi dapat meringankan beban masyarakat
miskin--didasarkan Pendataan Program Perlindungan Sosial yang dilakukan
Kementerian Sosial--meski pada kenyataannya pemberian kompensasi ini
rentan terhadap penyimpangan-penyimpangan.
Pertama
pemerintah melakukan penambahan frekuensi jatah beras (berkualitas
rendah) untuk rakyat miskin (raskin) sebanyak dua bulan, dari 12 kali
pertahun menjadi 14 kali per tahun seharga Rp 1.600/kilogram, dan
menambah jumlah penerima raskin dari 17,5 juta rumah tangga menjadi
18,5 juta rumah tangga miskin. Penyelewengan yang kerap terjadi dalam
pembagian raskin berupa validasi data, ketepatan sasaran, jumlah yang
harus sampai ke tangan penerima hingga jenis beras yang harus sampai ke
tangan penerima. Seperti beberapa kasus yang terjadi diberbagai tempat
di Sumatera dan Jawa Barat, pengurangan jatah raskin yang seharusnya
sebanyak 15 kilogram menjadi tiga kilogram saja yang diterima oleh
masyarakat. Atau kasus pencampuran raskin dengan gaplek seperti yang
terjadi di Sumenep, Madura. Untuk program raskin pemerintah menyiapkan
anggaran sebesar Rp 5,3 triliun.
Kedua dengan memberikan
sejumlah dana yang dulu bernama bantuan langsung tunai (BLT) dan kini
berganti menjadi bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM). BLT
ataupun BLSM merupakan program kompensasi jangka pendek yang ditujukan
untuk menjaga tungkat konsumsi masyarakat miskin tidak menurun saat
terjadinya kenaikan harga BBM. Keduanya memiliki skema yang nyaris
sama. Perbedaannya ada pada metode pembagiannya saja. Bila pada
kenaikan harga BBM terdahulu besarnya dana BLT yang diberikan sebesar
300 ribu rupiah, maka kini BLSM sebesar 150 ribu rupiah selama sembilan
bulan dan diberikan per tiga bulan dalam bentuk kupon yang disalurkan
melalui kantor pos. Dana ini diperuntukkan bagi 18,5 juta rumah tangga
meliputi 30 persen rumah tangga sangat miskin (poorest), rumah tangga miskin (poor) dan rumah tangga hampir miskin (near poor) di seluruh wilayah Indonesia dengan anggaran Rp 25,6 triliun.
Ketiga
berupa subsidi penambahan jumlah beasiswa untuk pelajar dan mahasiswa
dari keluarga miskin sebesar Rp 3,4 triliun. Dan keempat berupa subsidi
angkutan umum massal seperti kapal penumpang, kereta api, dan bus umum
sebesar Rp 5 triliun dengan tujuan agar kenaikan tiket angkutan kelas
ekonomi tidak melonjak seiring dengan kenaikan harga BBM dan solar.
Umumnya
masyarakat miskin menyambut dengan gembira bantuan yang diberikan oleh
pemerintah, meski faktanya harga berbagai kebutuhan pokok yang
membumbung tinggi tetap tidak mampu diatasi dan dikurangi dampaknya
dengan skema BLSM maupun raskin. BLSM sebesar 150 ribu rupiah atau
sebesar 3 ribu rupiah per hari tidak bisa menutupi kebutuhan yang
meningkat tajam sebesar 30 persen. Ilustrasinya, bila tadinya kebutuhan
perbulan masyarakat sebesar Rp 1 juta maka lalu meningkat menjadi Rp
1,3 juta yang berarti bertambah menjadi sebesar Rp 300 ribu, sedangkan
kompensasi yang diberi oleh pemerintah hanya 150 ribu rupiah, maka
kebutuhan bulanan masyarakat masih minus Rp 150 ribu. Pada kompensasi
kenaikan harga BBM pada 2005 dan 2008 lampau, skema raskin dan BLT yang
dilakukan oleh pemerintah seperti menebar jarum di tumpukan jarum,
karena angka menunjukan antara 2005 hingga 2009 kemiskinan rakyat
Indonesia di atas 33 juta jiwa, atau jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan kelompok sasaran BLT dan Raskin. Selama periode pembagian BLT
pun sebagian masyarakat masih mengonsumsi nasi aking dan tiwul, sebagai
wujud bahwa kemiskinan tak teratasi hanya dengan raskin dan BLT.
BLSM
tak lebih sekedar merupakan upaya suap secara massal yang dilegalisasi
dalam kemasan menarik. Oleh karena itu, kompensasi tak lebih sekedar
politik pencitraan untuk memulihkan nama baik pemerintah dengan membuat
masyarakat lupa pada kemiskinan dan meredamnya dari kemarahan yang
lebih lanjut.
Selamat datang kemiskinan, selamat datang kriminalitas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar