Rabu, 01 Agustus 2012

Malam Seribu Satu Janji



Tubuhnya terbaring kering di ranah nasib. Sosialitanya berjejaring liar di angkasa. Matanya sudah lama lupa cara mengindra, hidungnya sudah bingung bau membaui, dan lidahnya sulit membedakan rasa-rasa. Hitam legam pundak laki-laki itu terbakar jaman yang tidak mendekatkannya pada setiap pertemanan. Ia terlalu bersemangat memang. Pengandaian untuk mereka yang memenuhi hajat mendasar manusia-manusia.
Dikejauhan sayup-sayup terputar nyanyian-nyanyian trotoar yang mengering. Seperti itukah suara kota? Gerak-gerik etalase yang menggiurkan memajang hasrat yang menipu. Ia menengadah menatap langit. Hanya sekedar memastikan bahwa biru masih ada dan menyisakan kemungkinan-kemungkinan. Ia mengambil posisi duduk sebisanya di sebuah koridor pemberangkatan.. Matanya sedikit terpejam sayup. Ia teringat hamparan rindang janji-janji yang tertebar di bawah pepohonan kelapa sawit atau yang diterima kawan-kawannya yang berdiri kokoh delapan jam lebih di antara mesin-mesin, Bahkan teringat pada janji manis kota-kota yang pekat. Ia mulai merapal dan menangkapi ingatan-ingatan yang terkoyak, lalu merangkainya menjadi sebuah daftar kompilasi perjanjian dirinya dengan gelap dan terang yang bosan menantinya menentukan sebuah keputusan;

Membawa pulang harta karun yang tergeletak di antara dinding-dinding dingin modernitas. 

Membangun sebuah rumah ramah murah bersama yang memiliki banyak ruang untuk membiarkan masuknya angin-angin kebebasan.

Membawa hidupnya terbang kedalam kehampaan otoritas kerajaan langit. serta merta merayakan kemenangan realitas,  mengutuki keberlakuan  dosa  yang utuh.

Berlayar kesudut-sudut benua berantah, memunguti serakan efek perjalanan yang terburai cerai.

Mendiami dan memahami arus aktivisme yang kacau, balau...

…  …  …

Perutnya memuai oleh akrobatik prasangka. Dingin merayapi tengkorak belakangnya. Ketika ia menutup bab dengan air mata tanda menyerah, malam sudah semakin dalam. Di hamparan aspal yang menuai rintihan kekalahan, denotasi ekonomi tetap berdiri tegap dengan kemeriahan dekorasi yang semakin masif menebar janji-janji.


 ...menyapa seorang kamrad lama di jejaring sosial dunia maya.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar