Rabu, 01 Agustus 2012

Gambar-Gambar Kehidupan: Kejutan Dari Bangku Cadangan




Di awal kelahirannya, film menjadi sarana penghibur yang bersusah payah untuk tidak melepaskan perannya sebagai penyampai informasi. Terutama ketika film menjadi barang dagangan industri raksasa perfilman yang lebih menempatkan keuntungan di bangku terdepan para penonton, dan memposisikan informasi di bangku cadangan. Selera pasar tentu menjadi tolak ukur yang malah menjadikan film-film tersebut bersifat normatif dan terkonsep amat membosankan. Kejujuran tutur sebuah film menjadikannya tidak layak tayang karena berpeluang besar mendatangkan sepinya penonton.

Lebih dari satu abad silam, atau tepatnya di tahun 1878, Eadweard James Muybridge seorang fotografer Inggris yang juga pengelana untuk kali pertama mengenalkan teknik objek gambar bergerak dengan menggunakan kameranya. Sesungguhnya gambar-gambar itu tidak nyata-nyata bergerak, hanya saja kecepatan dan akurasi jepretannya kameranya mampu membuat 16 frame secara berurutan. Penemuan gambar bergerak inilah yang bisa disebut menginspirasi sebuah potongan film pertama kali di dunia pada satu dekade setelahnya, yakni film yang mendekati apa yang kita kenal seperti sekarang. Cuplikan yang disutradarai oleh Louis Le Prince asal Prancis itu berdurasi 2 detik dan dinamai "Roundhay Garden Scene". Dan pada 1895, dua bersaudara asal Perancis yakni Auguste Marie Louis Nicolas dan Louis Jean yang lebih dikenal sebagai Lumiere bersaudara, mengadakan pemutaran beberapa film produksi mereka di hadapan publik sebagai pemutaran film pertama di dunia.

Film merupakan kombinasi dari tiga media utama yakni yang tidak dapat saling berlepasan yakni kinetograph yang berfungsi sebagai alat perekam gerak, lalu kinetoscope yang berfungsi untuk memproyeksikan gerak, dan phonograph yang berdaya merekam suara. Tahun 1903, sebuah aksi perampokan kereta besar-besaran yang terjadi di Amerika menginspirasi Thomas Edison untuk menulis film berdurasi dua belas menit yang dirilis pertama kali di dunia berjudul "The Great Train Robbery".

Tabir sejarah perfilman Indonesia dibuka dengan film yang diangkat dari legenda Jawa Barat berjudul "Loetoeng Kasaroeng" pada tahun 1926, yang meski merupakan hasil karya pembuat film asal Belanda namun merupakan rilisan komersial pertama yang melibatkan artis Indonesia. Setelah Indonesia merdeka, sebuah film karya Umar Ismail berjudul "Darah dan Doa" pada tahun 1950 menjadi film pertama yang secara resmi diproduksi oleh Perusahaan Film Nasional Indonesia atau Perfini, yang lantas tanggal pertama kali syuting film ini yakni pada 30 Maret 1950 didaulat sebagai Hari Film Nasional.

Bangku Merah merupakan sebuah komunitas penggemar film di Kota Palembang yang selama ini kerap menggarap pemutaran film kecil-kecilan secara kolektif di beberapa tempat yang dinilai memungkinkan, entah itu pada sebuah cafe atau rumah salah satu anggotanya, dan berlanjut dengan diskusi perihal film yang selesai ditonton bersama bagaimanapun muaranya. Nama Bangku Merah sendiri diambil dari bangku penonton dalam gedung bioskop yang memang acap berwarna merah. Dan dari maraton nonton bersama ini, Bangku Merah merangkai sebuah event berskala lebih besar bertajuk Gambar-Gambar Kehidupan, yang diharap menjadi sebuah momen para pecinta film di Kota Palembang untuk dapat saling menyapa.

Setali dengan namanya, event Gambar-Gambar Kehidupan merupakan penayangan film-film yang bersentuhan dengan kehidupan keseharian kita saat ini. Tentang pedihnya kehidupan seorang buruh, bagaimana ruang publik diperuntukkan, bagaimana sistem ekonomi berlaku, serta bagaimana sistem sosial dan fenomena sosial berjalan. Melalui event ini Bangku Merah selaku penggagas event yang bekerjasama dengan Dewan Kesenian Sumatera Selatan (DKSS), mencoba mengembalikan film sebagai media penyampai informasi dan alat untuk berkomunikasi. Akan ada diskusi setelah pemutaran beberapa film seperti “Lords of Dogtown”, “Persepolis”, “The Bang-Bang Club”, “The Story Of Stuff”, “Marsinah” dan “Sanubari Jakarta” dan lainnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar