Sabtu, 12 Januari 2013

Hujan Membisik Bahwa Ia Akan Kembali Datang Malam Ini



27 April 2011, catatan prepare mayday 2011
 

Apalagi yang tersisa di ranah ini selain asbak, gelas kotor, langkah-langkah Emily Dickinson1, monitor, dan para pembunuh yang gagah berkeliling dibalik kabut laba, atau otak kotor laki-laki itu hari ini—mencari-cari alasan untuk kembali membolos kerja. Atas nama siang panas yang tak bertuan, dia telusuri lagi aspal jalan yang menguap dan menjanjikan keindahan, bahwa dipenghujungnya terbentang danau emas yang menyejukkan.  Dimana tepian danau itu ditumbuhi pohon-pohon berbuah kristal yang mengantarkan setiap pejalan menemukan muaranya, yaitu sebuah bukit absurd2 yang penuh kejayaan tua. Semakin mendaki, semakin kau temukan banyak keimitasian di sana. Sehingga banyak yang lelah dan mati sebelum dapat mencapai puncak tersebut. Sang lelaki tidak peduli pada kebohongan cerita itu. Tapi yang pasti, kemejanya basah oleh keringat saat ini. Siang yang luar biasa panas namun memberi rasa aman bagi penggemar matahari seperti dirinya yang takut pada malam, karena gelap menyisakan dongeng tentang penyiksaan-penyiksaan yang dilakukan oleh para setan. Tapi setidaknya nalurinya ada benarnya juga kali ini, yang berkata bahwa ada sebongkah harapan di dalam gedung yang akan didatanginya lagi hari ini, ya paling tidak ada kesejukan dari mesin pendingin didalamnya, namun tetap harus ditambah dua hal lagi yang tak bisa dilupakan: rasa muak,  serta setan-setan penyiksa yang sesungguhnya jauh berbeda dengan dongeng-dongeng masa lalu. 
 
Setan-setan modern ini bergentayangan siang dan malam, yang tak pilih-pilih waktu, tak kenal tidur, berpantang lelah dan tak mengenal rasa. Setan yang paham benar cara memanajemen kerajaan nerakanya hingga menjadi seindah dan senyaman surga. Setan yang membuatmu bersedia melakukan apa saja demi iming-iming kemapanan. Setan yang merakit tata dunia baru. Setan yang sama saat kau bercermin pada etalase dan gerai-gerai konsumsi. Setan yang menghantui setan yang menulis “Hantu itu bernama Komunisme.3Setan yang licik. Setan yang peduli setan. Setan yang masa bodo’ amat.

Laki-laki itu membayangkan ruang kantornya yang penuh kepalsuan. Senyum manusia-manusia didalamnya, keramahannya, kemarahannya, perabotannya, alat-alat elektroniknya. Semuanya palsu. Lebih palsu dari telepon genggam yang diberikan oleh kantor dengan teknologi GPS4 untuk mengontrol hidup para tenaga penjual seperti dirinya yang merupakan garda terdepan perusahaan.  Dunia kerja menampilkan ilusi ketidakberdayaan manusia dalam melawan hukum alam. Seperti sebuah lirik lagu tetangga sebelah rumah, “wo-hoho  lagi-lagi uang.5Yang sebenarnya bisa saja diartikan: “bekerjalah, kalau tak kerja maka kau tak makan.” Maka diaturlah jam bersekolah separuh lebih mendekati jam kerja, mungkin supaya diriku dan dirimu mulai membiasakan diri dengan keteraturan dan kebosanan. Semua telah dipersiapkan sedemikian rupa. Memasuki bangku kuliah, dekorasi persiapan untuk masuk ke dalam dunia kerja semakin masif dijejalkan kedalam mahasiswa yang sebagian besar memang punya motif yang sama, yakni sukses menjadi pekerja. Sukses menjadi pekerja atau menjadi pekerja sukses? Definisi kata sukses secara normal memang seperti itu. Logika formal mengatakan bahwa untuk menjadi seorang yang sukses maka kau harus memiliki pendidikan yang tidak cukup di bangku sekolah saja, kau harus menjadi mahasiswa, siswa yang maha, yang mereduksi makna kata ‘maha’ dari sesuatu yang tunggal menjadi sesuatu yang jamak. Kau harus menjadi seorang sarjana agar kau dapat memahami sebuah lagu dari Iwan Fals yang digemari dan diamini oleh kultur pop: “…engkau sarjana muda, resah mencari kerja, mengandalkan ijazahmu6…”    
     
Si laki-laki memacu motornya dengan gamang. Matanya terasa berat oleh sisa-sisa bergadang yang oleh banyak orang dianggap tak perlu. Bergadang-berdagang. Dua kata yang nyaris sama dengan makna yang jauh sama sekali. Dua kata yang akrab dengannya. Bergadang dimalam hari menulis sesuatu, dan berdagang (bekerja diperusahaan dagang) untuk menulis nota penjualan. Dua kesamaannya:  sama-sama menulis. Bergadang mencipta karya, berdagang membuat kaya.

Berkali-kali terlintas dikepalanya perihal anak dan istri di rumah kecil mereka, di sebuah pemukiman keras dan kumuh yang merupakan sarang para kriminal. Bayang-bayang wajah mereka begitu menggoda. Dia rindu ingin pulang, sesuatu yang tidak mungkin dilakukan saat ini. Uang setoran harus sudah diantar menjelang sore. Ah, andai saja hujan turun kali ini. Si laki-laki bingung akan bersitan itu. Doa? Apakah layak seorang pendosa baginya berdoa? Apakah layak seorang pembohong seperti dirinya yang berkali-kali membolos dengan berbagai alasan palsu untuk berdoa? Tapi kerinduannya pada rumah tak tertandingi. Karena memang tak ada yang lebih nyaman selain melakukan apa yang kita sukai. Tanpa alasan dan kepura-puraan apapun. Bagi laki-laki itu, kenikmatan berada di tengah keluarga belum ada yang bisa menyaingi, karena hal itu tidak perlu pula dikompetisikan seperti halnya pasar bebas. Dan memang keadilan berpihak lagi padanya hari ini. Langit dengan cepat menggumpal di ujung horison. Dalam hitungan menit awan bergulung-gulung seperti bola-bola hitam. Satu dua titik air menetes di kaca helmnya. Dia memperlambat laju motor sebelum hujan meledak, dan menepi di halaman sebuah ruko yang jumlah pembangunannya semakin menggila, berjibaku dengan tingkat penjualan kendaraan roda dua di kota ini yang laris manis seperti kacang rebus. Dia membungkus barang-barang penting di dalam tasnya dengan sebuah cover bag  yang selalu ia bawa di musim cuaca tak tentu seperti saat ini. Sebelum sebagian orang sadar akan ancaman, si laki-laki telah larut diantara euforia guyuran hujan dan orang-orang yang panik menyelamatkan diri dari basah. Ia tertawa sambil menjerit-jerit menancap gas menerobos dingin demi rumah dan keluarganya yang hangat. Menuju sebuah bukit emas6 yang sesungguhnya, keriangan bersama keluarga, meskipun seringkali membuatnya terjatuh untuk bangkit kembali. Karena pengulangan ini bukan sebuah ilusi dan walaupun tentu saja penuh kontradiksi. Ini adalah kebahagiaan. Ini adalah kejayaan.

Beberapa saat kemudian, beberapa kilometer dari lokasi si lelaki yang kuyup, dalam ruang sebuah kantor, seorang pria7—gayanya seperti bos—membaca pesan singkat di telepon genggamnya
“Selamat sore Pak. Mohon maaf, saya tidak bisa setoran hari ini karena kehujanan. Terima kasih atas perhatiannya.”
Pria rapi itu menatap ke langit dari balik ruangannya yang bersebelahan dengan sebuah jendela. Langit cerah8, gumamnya setengah kesal dalam hati.
(Hujan lokal kali, Pak Bos!)



Notes:
1 = Emily Dickinson seorang penyair di abad ke 19 di era perang saudara dan upaya penghapusan perbudakan di Amerika. Dari ratusan karyanya, hanya beberapa saja yang diterbitkan secara anonimus dimana hanya para kolega saja yang mengenali dan mengumpulkan karya-karyanya yang tersebar di atas potongan kertas, bagian belakang resep atau amplop bekas. Baru setelah memasuki dunia modern, para pengamat dan penggiat puisi mulai memperhatikan puisi-puisinya yang beberapa diantaranya menggunakan kombinasi angka-angka, dan ini dianggap menjadi salah satu karakter khasnya yang unik. Ia memanfaatkan keterasingan, mitos-mitos, dan alkitab sebagai referensi dalam menulis puisinya yang lebih banyak bercerita tentang penentangannya pada perbudakan manusia.

2 = Mitologi klasik Yunani yang ditulis ulang oleh Albert Camus dalam Le Mythe de sisyphe atau yang lebih dikenal dengan Mite Sisifus (1984), tentang seseorang bernama Sisifus yang dihukum oleh para Dewa karena sebuah pelanggaran, untuk membawa sebuah batu besar keatas sebuah bukit. Sebuah filosofi yang bisa menjadi pijakan bagaimana melihat kehidupan manusia dunia modern dengan batu (derita) yang semakin berat sementara jalan (kehidupan) semakin sempit, serta untuk memahami dilema kaum pekerja yang memikul sesuatu yang sebenarnya bukanlah takdirnya.            

3 = Pasca keruntuhan Soviet, komunisme dianggap sebagai sebuah aliran yang subversif dibeberapa negara. Indonesia sendiri memiliki catataan kelam tentang pembantaian massal yang dilakukan atas nama stabilitas dari ancaman Partai Komunis Indonesia dan bagi siapapun yang dianggap terlibat langsung ataupun tidak didalamnya. Banyak diantaranya justru mereka yang tidak tahu menahu tentang politik negeri. Tidak ada data pasti tentang jumlah korban tewas dan hilang. Menurut Robert Cribb dalam bukunya The Indonesian Killings, 750 ribu jiwa menjadi korban pembantaian massal, menurut Frank Palmos dalam bukunya One Million Dead, terdapat 1 juta jiwa korban tewas, sementara menurut pengakuan mantan komandan RPKAD Sarwo Edhi Wibowo bahwa setidaknya 3 juta jiwa “dilenyapkan” masa itu. Selebihnya menjadi tahanan politik dan menjadi korban pelanggaran HAM oleh negara baik secara fisik ataupun psikis hingga generasi setelahnya. Anak-anak para eks-PKI atau yang dianggap eks-PKI mendapat stigma yang buruk di mata masyarakat berkat adanya label yang diberikan oleh pihak penguasa pada saat itu yang mendapat dukungan dari pihak asing dalam hal ini CIA (Peter Dale Scott-Pacific Affairs), juga membatasi hampir segala ruang lingkup hidup para keturunan eks-PKI dan yang dianggap eks-PKI, termasuk tanda khusus di kartu tanda penduduk mereka, yang sudah barang tentu tak diberi ijin untuk bisa mengambil posisi di birokrasi. Di era reformasi dimana kran-kran demokrasi mulai tercurah, stigma ini mulai dihapus. Namun hingga kini komunisme tetap menjadi ajaran terlarang di Indonesia. Banyak penulis yang menerbitkan buku anti “kiri” dan bermunculan pula gelombang fasis baru yang memberangus buku-buku yang dianggap mengandung unsur komunis.

4 = GPS (Global Positioning System) adalah sebuah peralatan navigasi yang pada awalnya didesain sebagai akibat permasalahan pasukan Amerika serikat dalam menghadapi perang Vietnam, demi memudahkan setiap prajurit darat saling mengetahui posisi satu sama lain di medan tempur yang didominasi hutan tropis. itengh medan . Dewasa ini, demi efektifitas dan efisiensi dalam meraih laba, perusahaan-perusahaan mulai menerapkan sistem ini untuk mengkontrol kinerja karyawannya, terutama bagi mereka yang bekerja diluar ruangan dengan cara mengintegrasikan GPS pada setiap telepon genggam atau arloji karyawan tersebut. Dengan metode ini perusahaan dapat mengontrol kinerja harian karyawan sehingga tidak dapat melakukan kerja-kerja sampingan ataupun hal-hal yang melenceng dari ketetapan perusahaan.

5 = Lagu berjudul Lagi-lagi Uang yang dipopulerkan oleh Pretty Sisters. Menurut analisa penulis, lagu ini bercerita tentang obsesi manusia dalam mengejar alat pertukaran yang bernama uang yang memungkinkan siapapun melakukan apapun deminya.
6 = Album Sarjana Muda karya Iwan Fals dan ini bercerita tentang balada jatuh bangunnya seorang sarjana dalam mencari kerja ditengah kompetisi lautan sarjana dan non sarjana yang tiap semester bertambah banyak. Di tahun 2008 tercatat sebanyak 280.657 jiwa pengangguran di Sumatera Selatan (BPS-Sumsel), dan pada tahun 2010 terdapat 8,32 juta jiwa di Indonesia yang didominasi oleh lulusan perguruan tinggi dan diploma (BPS). Meskipun diragukan keberpihakan politiknya, Iwan Fals tetap digilai oleh kaum muda terutama dari kalangan urban yang terpinggirkan.

7 = Walaupun secara biologis lelaki/laki-laki dan pria adalah sama, namun di cerpen ini penulis memiliki sudut pandang tersendiri bagi kata lelaki/laki-laki yang dianggap lebih bersahaja atau lumrah, dan pria yang dianggap lebih identik dengan sesuatu yang formal. Hal ini yang  juga menjadi alasan bagi penulis untuk membedakan karakter atau latar belakang tokoh pertama dan tokoh kedua.

8 =  Hujan lokal merupakan fenomena keunikan alam yang kerap terjadi di Kota Palembang. Pola curahnya yang tidak merata dapat dirasakan meski jeda antara tempat turunnya hujan dengan tempat lain yang tidak hujan hanya berselang ratusan meter. Seringkali hujan lokal menimbulkan prasangka dalam interaksi sosial antar individu pada masyarakat.